TUGAS KE 3 Hubungan Interpersonal – Cinta dan Perkawinan (Soft
Skill)
Nama : Riantoro Yogi
Kelas : 2 PA 14
Npm : 17513580
Hubungan Interpersonal
Hubungan interpersonal adalah dimana ketika
kita berkomunikasi, kita bukan sekedar menyampaikan isi pesan, tetapi juga
menentukan kadar hubungan interpersonalnya. Jadi ketika kita berkomunikasi kita
tidak hanya menentukancontent melainkan
juga menentukan relationship.
Dari segi psikologi komunikasi, kita dapat menyatakan bahwa makin baik hubungan
interpersonal, makin terbuka orang untuk mengungkapkan dirinya; makin cermat
persepsinya tentang orang lain dan persepsi dirinya; sehingga makin efektif
komunikasi yang berlangsung diantara komunikan.
A. Model
Hubungan Interpersonal
1.
Model pertukaran sosial (social
exchange model).
Hubungan interpersonal diidentikan dengan
suatu transaksi dagang. Orang berinteraksi karena mengharapkan sesuatu yang
memenuhi kebutuhannya. Artinya dalam hubungan tersebut akan menghasilkan
ganjaran (akibat positif) atau biaya (akibat negatif) serta hasil / laba
(ganjaran dikurangi biaya).
2. Model peranan (role model).
Hubungan interpersonal diartikan sebagai panggung
sandiwara. Disini setiap orang memainkan peranannya sesuai naskah yang dibuat
masyarakat. Hubungan akan dianggap baik bila individu bertindak sesuai
ekspetasi peranan (role expectation), tuntutan peranan (role demands),
memiliki ketrampilan (role skills) dan terhindar dari konflik peranan.
Ekspetasi peranan mengacu pada kewajiban, tugas dan yang berkaitan dengan
posisi tertentu, sedang tuntutan peranan adalah desakan sosial akan peran yang
harus dijalankan. Sementara itu ketrampilan peranan
adalah kemampuan memainkan peranan tertentu.
3. Model permainan (games people play model).
Model menggunakan pendekatan analisis transaksional.
Model ini menerangkan bahwa dalam berhubungan individu-individu terlibat dalam
bermacam permaianan. Kepribadian dasar dalam permainan ini dibagi dalam 3
bagian yaitu :
a) Kepribadian orang tua (aspek kepribadian yang
merupakan asumsi dan perilaku yang diterima dari orang tua atau yang dianggap
sebagi orang tua).
b) Kepribadian orang dewasa (bagian kepribadian yang
mengolah informasi secara rasional).
c) Kepribadian anak (kepribadian yang diambil dari
perasaan dan pengalaman kanak-kanak yang mengandung potensi intuisi,
spontanitas, kreativitas dan kesenangan).
4. Model Interaksional (interacsional
model).
Model
ini memandang hubungann interpersonal sebagai suatu sistem . Setiap sistem
memiliki sifat struktural, integratif dan medan. Secara singkat model ini
menggabungkan model pertukaran, peranan dan permainan.
B. Memulai Hubungan / tahap-tahap dalam
hubungan interpersonal yakni meliputi :
1.
Pembentukan.
Tahap ini sering disebut juga dengan tahap perkenalan.
Beberapa peneliti telah menemukan hal-hal menarik dari proses perkenalan. Fase
pertama, “fase kontak yang permulaan”, ditandai oleh usaha kedua belah pihak
untuk menangkap informasi dari reaksi kawannya. Masing-masing pihak berusaha
menggali secepatnya identitas, sikap dan nilai pihak yang lain. Bila mereka
merasa ada kesamaan, mulailah dilakukan proses mengungkapkan diri. Pada tahap
ini informasi yang dicari meliputi data demografis, usia, pekerjaan, tempat
tinggal, keadaan keluarga dan sebagainya.
Menurut Charles R. Berger informasi pada
tahap perkenalan dapat dikelompokkan pada tujuh kategori, yaitu:
a) informasi
demografis.
b) sikap dan pendapat (tentang
orang atau objek).
c) rencana yang akan
datang.
d) kepribadian.
e) perilaku pada masa
lalu.
f) orang lain
serta,
g) hobi dan minat.
2. Peneguhan Hubungan.
Hubungan interpersonal tidaklah bersifat statis, tetapi
selalu berubah. Untuk memelihara dan memperteguh hubungan interpersonal,
diperlukan tindakan-tindakan tertentu untuk mengembalikan keseimbangan. Ada
empat faktor penting dalam memelihara keseimbangan ini, yaitu:
a) keakraban (pemenuhan
kebutuhan akan kasih sayang antara komunikan dan komunikator).
b) Kontrol (kesepakatan
antara kedua belah pihak yang melakukan komunikasi dan menentukan
siapakah yang lebih dominan didalam komunikasi tersebut).
c) respon yang tepat (feedback
atau umpan balik yang akan terima jangan sampai komunikator salah memberikan
informasi sehingga komunikan tidak mampu memberikan feedback yang tepat).
d) nada emosional yang tepat (keserasian
suasana emosi saat komunikasi sedang berlangsung).
C. Hubungan Peran / model
peran
1.
Model peran.
Menganggap hubungan interpersonal sebagai panggung
sandiwara. Disini setiap orang harus memerankan peranannya sesuai dengan naskah
yang telah dibuat oleh masyarakat. Hubungan interpersonal berkembang baik bila
setiap individu bertindak sesuai dengan peranannya.
2.
Model Interaksional.
Model ini memandang hubungan interpersonal sebagai suatu
sistem. Setiap sistem memiliki sifat-sifat strukural, integratif dan medan.
Semua sistem terdiri dari subsistem-subsistem yang saling tergantung
dan bertindak bersama sebagai suatu kesatuan. Pemutusan Hubungan Menurut R.D.
Nye dalam bukunya yang berjudul Conflict Among Humans,
setidaknya ada lima sumber konflik yang dapat menyebabkan pemutusan hubungan,
yaitu:
a) Kompetisi, dimana
salah satu pihak berusaha memperoleh sesuatu dengan mengorbankan orang lain.
Misalnya, menunjukkan kelebihan dalam bidang tertentu dengan merendahkan orang
lain.
b) Dominasi, dimana salah
satu pihak berusaha mengendalikan pihak lainsehingga orang tersebut merasakan
hak-haknya dilanggar.
c) Kegagalan, dimana
masing-masing berusaha menyalahkan yang lain apabila tujuan bersama tidak
tercapai.
d) Provokasi, dimana salah
satu pihak terus-menerus berbuat sesuatu yang ia ketahui menyinggung perasaan
yang lain.
e) Perbedaan nilai,
dimana kedua pihak tidak sepakat tentang nilai-nilai yang mereka anut.
D. Intimasi dan Hubungan
Pribadi
Pendapat beberapa ahli mengenai intimasi, di antara lain
yaitu :
a) Shadily dan Echols (1990) mengartikan intimasi
sebagai kelekatan yang kuat yang didasarkan oleh saling percaya dan
kekeluargaan.
b) Sullivan (Prager, 1995) mendefinisikan intimasi
sebagai bentuk tingkah laku penyesuaian seseorang untuk mengekspresikan akan
kebutuhannya terhadap orang lain.
c) Steinberg (1993) berpendapat bahwa suatu hubungan
intim adalah sebuah ikatan emosional antara dua individu yang didasari oleh
kesejahteraan satu sama lain, keinginan untuk memperlihatkan pribadi
masing-masing yang terkadang lebih bersifat sensitif serta saling berbagi
kegemaran dan aktivitas yang sama.
d) Levinger & Snoek (Brernstein dkk, 1988) merupakan
suatu bentuk hubungan yang berkembang dari suatu hubungan yang bersifat timbal
balik antara dua individu. Keduanya saling berbagi pengalaman dan informasi,
bukan saja pada hal-hal yang berkaitan dengan fakta-fakta umum yang terjadi di
sekeliling mereka, tetapi lebih bersifat pribadi seperti berbagi pengalaman
hidup, keyakinan-keyakinan, pilihan-pilihan, tujuan dan filosofi dalam hidup.
Pada tahap ini akan terbentuk perasaan atau keinginan untuk menyayangi,
memperdulikan, dan merasa bertangung jawab terhadap hal-hal tertentu yang
terjadi pada orang yang dekat dengannya.
e) Atwater (1983) mengemukakan bahwa intimasi mengarah
pada suatu
hubungan yang bersifat informal, hubungan kehangatan antara dua orang yang
diakibatkan oleh persatuan yang lama. Intimasi mengarah pada keterbukaan
pribadi dengan orang lain, saling berbagi pikiran dan perasaan mereka yang
terdalam. Intimasi semacam ini membutuhkan komunikasi yang penuh makna
untuk mengetahui dengan pasti apa yang dibagi bersama dan memperkuat ikatan
yang telah terjalin. Hal tersebut dapat terwujud melalui saling berbagi dan
membuka diri, saling menerima dan menghormati, serta kemampuan untuk
merespon kebutuhan orang lain (Harvey dan Omarzu dalam Papalia dkk, 2001).
E. Intimasi dan Pertumbuhan
Apapun alasan untuk berpacaran, untuk bertumbuh dalam keintiman,
yang terutama adalah cinta. Keintiman tidak akan bertumbuh jika tidak ada cinta
. Keintiman berarti proses menyatakan siapa kita sesungguhnya kepada orang
lain. Keintiman adalah kebebasan menjadi diri sendiri. Keintiman berarti proses
membuka topeng kita kepada pasangan kita. Bagaikan menguliti lapisan demi
lapisan bawang, kita pun menunjukkan lapisan demi lapisan kehidupan kita secara
utuh kepada pasangan kita. Keinginan setiap pasangan adalah menjadi intim. Kita
ingin diterima, dihargai, dihormati, dianggap berharga oleh pasangan kita. Kita
menginginkan hubungan kita menjadi tempat ternyaman bagi kita ketika kita
berbeban. Tempat dimana belas kasihan dan dukungan ada didalamnya. Namun,
respon alami kita adalah penolakan untuk bisa terbuka terhadap pasangan kita.
Hal ini dapat disebabkan karena :
1. Kita tidak mengenal
dan tidak menerima siapa diri kita secara utuh.
2. Kita tidak menyadari bahwa hubungan pacaran adalah persiapan
memasuki pernikahan.
3. Kita tidak percaya pasangan kita sebagai orang yang dapat
dipercaya untuk memegang rahasia.
4. Kita dibentuk menjadi
orang yang berkepribadian tertutup.
5. Kita memulai pacaran
bukan dengan cinta yang tulus .
Cinta dan Perkawinan
A.
Memilih Pasangan
Menurut saya dalam tahap ini ada beberapa tahapan penting dalam
memilih pasangan:
1.
Pilihlah orang yang benar – benar dapat menarik perhatian anda,
dalam bentuk apapun, tidak hanya masalah fisik, tetapi juga masalah wawasan,
cara bersikap, dll.
2.
Pilihlah pasangan yang dapat mencuri hati orangtua kita, karena
kelak pasangan kita nanti akan dianggap anak oleh orangtua kita, begitupun
sebaliknya.
3.
Pilihlah pasangan yang menurut anda sudah benar – benar cocok
untuk menjadi suami / istri anda, bukan hanya pasangan sesaat untuk mengisi
waktu kekosangan anda.
B.
Hubungan dalam
Perkawinan
Pada umumnya salah satu tanda kegagalan suami-istri dalam
mencapai kebahagiaan perkawinan adalah perceraian. Perceraian adalah akumulasi
dari kekecewaan yang berkepanjangan yang disimpan dalam alam bawah sadar
individu. Adanya batas toleransi pada akhirnya menjadikan kekecewaan
tersebut muncul kepermukaan, sehingga keinginan untuk bercerai begitu mudah.
Masalah
diseputar perkawinan atau kehidupan berkeluarga antara lain:
· Kesulitan ekonomi keluarga
yang kurang tercukupi.
· Perbedaan watak.
· Temperamen dan
perbedaan kepribadian yang sangat tajam antara suami dan istri.
· Ketidakpuasan dalam
hubungan seks.
· Kejenuhan rutinitas.
· Hubungan
antara keluarga besar yang kurang baik.
· Adanya
istilah WIL (wanita idaman lain) atau PIL (pria idaman lain).
· Masalah harta warisan.
· Menurunnya
perhatian kedua belah pihak.
· Domonasi dan
intervensi orang tua atau mertua.
· Kesalahpahaman
antara kedua belah pihak.
Dari salah satu masalah
diatas yaitu kesalahpahaman yang menyebabkan pasangan menjadi tersinggung,
sehingga terkadang memicu adanya perceraian, merupakan masalah yang sering
terjadi dalam kehidupan rumah tangga. Karena kesalahpahaman itulah yang
terkadang pasangan enggan untuk membuka komunikasi dengan pasangannya yang
kemudian menimbulkan misskomunikasi. Tanpa mereka sadari dengan keadaan seperti
itu malah akan membuat mereka sulit dalam menghadapi problem apapun. Komunikasi
yang intern dan baik akan melahirkan saling keterbukaan dan
suasana keluarga yang nyaman.
Allah juga memerintahkan kepada suami-istri untuk selalu berbuat baik.
Suami dan istri sering beranggapan bahwa masalah yang timbul akan
selesai dengan sendirinya, asalkan bersabar dan menyediakan waktu yang panjang.
Namun kenyataannya
masalah yang didiamkan bukan membaik, malah memburuk seiring berjalannya waktu
yang lama. Kejengkelan makin menumpuk dan penyelesaian makin jauh di mata,
kareana masalah menjadi seperti benang kusut dan tidak tahu lagi harus
memulainya dari mana. Tabungan cinta cenderung menyusut seiring dengan
berkecamuknya masalah dengan berkurangnya cinta dan kasih sayang,
berkurang pulalah semangat untuk menyelesaikan masalah. Pada akhirnya
ketidakpedulian menggantikan cinta dan makin menyesuaikan diri dalam kehidupan
yang tidak sehat ini. Dengan kata lain antara suami dan istri sudah menemukan
cara yang efektif untuk menyelesaikannya tapi tidak dilakukan sehingga dapat
menimbulkan perceraian.
C.
Penyesuaian dan
Pertumbuhan dalam Perkawinan
Perkawinan tidak berarti mengikat pasangan sepenuhnya. Dua
individu ini harus dapat mengembangkan diri untuk kemajuan bersama.
Keberhasilan dalam perkawinan tidak diukur dari ketergantungan pasangan.
Perkawinan merupakan salah satu tahapan dalam hidup yang pasti diwarnai oleh
perubahan. Dan perubahan yang terjadi dalam sebuah perkawinan, sering tak
sederhana. Perubahan yang terjadi dalam perkawinan banyak terkait dengan
terbentuknya relasi baru sebagai satu kesatuan serta terbentuknya hubungan
antarkeluarga kedua pihak.
Relasi yang diharapkan dalam sebuah perkawinan tentu saja relasi
yang erat dan hangat. Tapi karena adanya perbedaan kebiasaan atau persepsi
antara suami-istri, selalu ada hal-hal yang dapat menimbulkan konflik. Dalam
kondisi perkawinan seperti ini, tentu sulit mendapatkan sebuah keluarga yang
harmonis.
Pada dasarnya, diperlukan penyesuaian diri dalam sebuah
perkawinan, yang mencakup perubahan diri sendiri dan perubahan lingkungan. Bila
hanya mengharap pihak pasangan yang berubah, berarti kita belum melakukan
penyesuaian.
Banyak yang bilang pertengkaran adalah bumbu dalam sebuah
hubungan. Bahkan bisa menguatkan ikatan cinta. Hanya, tak semua pasangan mampu
mengelola dengan baik sehingga kemarahan akan terakumulasi dan berpotensi
merusak hubungan.
D.
Perceraian dan
Pernikahan Kembali
Perceraian dapat saja terjadi apabila kedua belah pihak sudah
memutuskan untuk berpisah dan dilakukan dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Namun untuk menikah kembali membutuhkan ketentuan / syarat yang sedikit rumit.
Tergantung pada individu itu sendiri dan beberapa peraturan dalam hukum, baik hukum
agama / Negara.
E.
Alternatif selain
pernikahan
Single Life (hidup sendiri)
Alasan yang paling
sering dikemukakan oleh seorang single adalah tidak ingin
kebebasannya dikekang. Apalagi jika mereka telah sekian lama menikmati
kebebasan bagaikan burung yang terbang bebas di angkasa. Jika hendak pergi,
tidak perlu meminta ijin dan menganggap pernikahan akan membelenggu kebebasan.
Belum lagi jika mendapatkan pasangan yang sangat posesif dan cemburu.
Banyak perusahaan
lebih memilih karyawan yang masih berstatus lajang untuk mengisi posisi
tertentu. Pertimbangannya, para pelajang lebih dapat berkonsentrasi terhadap
pekerjaan. Hal ini juga menjadi alasan seorang tetap hidup melajang.
Banyak pria
menempatkan pernikahan pada prioritas kesekian, sedangkan karir lebih mendapat
prioritas utama. Dengan hidup melayang, mereka bisa lebih konsentrasi dan fokus
pada pekerjaan, sehingga promosi dan kenaikan jabatan lebih mudah diperoleh.
Biasanya, pelajang lebih bersedia untuk bekerja lembur dan tugas ke luar kota
dalam jangka waktu yang lama, dibandingkan karyawan yang telah menikah.
Kemapanan dan kondisi
ekonomi pun menjadi alasan tetap melajang. Pria sering kali merasa kurang
percaya diri jika belum memiliki kendaraan atau rumah pribadi. Sementara,
perempuan lajang merasa senang jika sebelum menikah bisa hidup mandiri dan
memiliki karir bagus. Mereka bangga memiliki sesuatu yang dihasilkan dari hasil
keringat sendiri. Selain itu, ada kepuasaan tersendiri.
Banyak yang mengatakan
seorang masih melajang karena terlalu banyak memilih atau ingin mendapat
pasangan yang sempurna sehingga sulit mendapatkan jodoh. Pernikahan adalah untuk
seumur hidup. Rasanya tidak mungkin menghabiskan masa hidup kita dengan seorang
yang tidak kita cintai. Lebih baik terlambat menikah daripada menikah akhirnya
berakhir dengan perceraian.
Lajang pun lebih
mempunyai waktu untuk dirinya sendiri, berpenampilan lebih baik, dan dapat
melakukan kegiatan hobi tanpa ada keberatan dari pasangan. Mereka bebas untuk
melakukan acara berwisata ke tempat yang disukai dengan sesama pelajang.
Pelajang biasanya
terlihat lebih muda dari usia sebenarnya jika dibandingkan dengan teman-teman
yang berusia sama dengannya, tetapi telah menikah.
Ketika diundang ke
pernikahan kerabat, pelajang biasanya menghindarinya. Kalaupun datang, mereka
berusaha untuk berkumpul dengan para sepupu yang masih melajang dan sesama
pelajang. Hal ini untuk menghindari pertanyaan singkat dan sederhana dari
kerabat yang seusia dengan orangtua mereka. Kapan menikah? Kapan menyusul?
Sudah ada calon? Pertanyaan tersebut, sekalipun sederhana, tetapi sulit untuk
dijawab oleh pelajang.
Seringkali, pelajang
juga menjadi sasaran keluarga untuk dicarikan jodoh, terutama bila saudara
sepupu yang seumuran telah menikah atau adik sudah mempunyai pacar. Sementara
orangtua menginginkan agar adik tidak melangkahi kakak, agar kakak tidak berat
jodoh.
Tidak dapat dipungkuri,
sebenarnya lajang juga mempunyai keinginan untuk menikah, memiliki pasangan
untuk berbagi dalam suka dan duka. Apalagi melihat teman yang seumuran yang
telah memiliki sepasang anak yang lucu dan menggemaskan. Bisa jadi, mereka
belum menemukan pasangan atau jodoh yang cocok di hati. Itulah alasan mereka
untuk tetap menjalani hidup sebagai lajang.
Melajang adalah sebuah
sebuah pilihan dan bukan terpaksa, selama pelajang menikmati hidupnya. Pelajang
akan mengakhiri masa lajangnya dengan senang hati jika telah menemukan seorang
yang telah cocok di hati.
Kehidupan melajang
bukanlah sebuah hal yang perlu ditakuti. Bukan pula sebuah pemberontakan
terhadap sebuah ikatan pernikahan. Hanya, mereka belum ketemu jodoh yang cocok
untuk berbagi dalam suka dan duka serta menghabiskan waktu bersama di hari tua.
SUMBER :
Adhim, Mohammad Fauzil (2002) Indahnya Perkawinan Dini Jakarta: Gema Insani Press (GIP)